Jayapura,Papuaterdepan.com — Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (Bimas Kristen) Kementerian Agama RI, Jeane Marie Tulung, mendorong para guru di Papua untuk menghadirkan pendidikan yang berlandaskan cinta kasih. Menurutnya, pendidikan di sekolah-sekolah Kristen harus mampu menumbuhkan nilai kasih terhadap sesama, lingkungan, dan Tuhan, bukan hanya mengejar prestasi akademik.
Hal itu disampaikan Jeane saat memberikan pembinaan kepada guru Satuan Pendidikan Keagamaan Kristen (SPKK) dan guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Hotel Horex, Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (31/10/2025).
“Pendidikan itu tidak hanya soal akademik, tapi juga soal cinta kepada sesama, kepada lingkungan, dan kepada Tuhan. Karena itu, mari wujudkan kurikulum berbasis cinta di setiap sekolah,” ujar Jeane.
Jeane mengapresiasi dedikasi guru-guru SPKK di Papua yang terus mengabdi di tengah keterbatasan. Berdasarkan data Ditjen Bimas Kristen, terdapat 49 SPKK di Provinsi Papua, mulai dari SDTK hingga SMAK. Ia menambahkan, pemerintah terus memperluas akses pendidikan dengan menegerikan sekolah-sekolah keagamaan.
“Tahun lalu ada sepuluh sekolah swasta yang dinegerikan, termasuk satu SMTK di Papua. Ini bukti perhatian pemerintah terhadap pendidikan keagamaan,” katanya.
Secara nasional, lanjut Jeane, ada lebih dari 400 SPKK di Indonesia, namun baru 13 sekolah yang berstatus negeri. “Kami berupaya menambah jumlah itu, tapi tetap mengikuti regulasi dan kemampuan anggaran,” ujarnya.
Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Guru
Selain membangun sekolah, Jeane menegaskan bahwa peningkatan kapasitas guru menjadi prioritas utama Ditjen Bimas Kristen. Saat ini, sekitar 26 ribu guru masih menunggu giliran mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG).
“Sesuai arahan Menteri Agama, antrean PPG harus diselesaikan dalam dua tahun, yaitu 2025 dan 2026. Jadi jangan khawatir, yang belum ikut tahun ini akan dapat giliran tahun depan,” jelasnya.
Ia juga mengumumkan bahwa mulai Januari 2025, tunjangan profesi guru akan naik menjadi Rp2 juta per bulan, dari sebelumnya Rp1,5 juta. Selain itu, insentif untuk guru non-PNS akan diberikan secara merata di seluruh provinsi.
“Selama ini fokus insentif guru non-PNS masih di daerah 3T, tapi tahun depan akan kita perluas untuk seluruh Indonesia,” tutur Jeane.
Bijak Hadapi Teknologi
Dalam sesi pembinaan, Jeane menyoroti dampak kemajuan teknologi, termasuk penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI) untuk penipuan digital. Ia bahkan mengaku pernah menjadi korban penyalahgunaan video hasil rekayasa untuk modus penipuan.
“Bapak Ibu harus berhati-hati. Jangan mudah percaya, jangan kirim uang hanya karena ada video atau pesan yang mengatasnamakan pejabat. Itu hoaks,” tegasnya.
“AI memang canggih, tapi guru harus lebih bijak dari mesin. Gunakan teknologi untuk memperkaya pembelajaran, bukan menggantikan nilai kebenaran dan kasih,” imbuhnya.
Kurikulum Berbasis Cinta dan Ekoteologi
Menutup arahannya, Jeane mengajak seluruh guru mengimplementasikan program prioritas Kemenag, yakni Kurikulum Berbasis Cinta dan Penguatan Ekoteologi. Menurutnya, pendidikan harus menumbuhkan kepedulian terhadap sesama sekaligus membangun kesadaran ekologis di kalangan peserta didik.
“Ajak anak-anak mencintai sesama tanpa membeda-bedakan agama, suku, atau latar belakang. Ajarkan juga mencintai alam, menanam pohon, menjaga lingkungan — karena itu bagian dari kasih kepada Tuhan,” ujarnya dengan nada teduh.
Jeane berharap setiap sekolah Kristen di Papua dapat menjadi tempat belajar yang rindang dan ramah lingkungan.
“Kalau sekolah masih gersang, ayo tanam pohon. Pohon bukan hanya peneduh, tapi simbol kehidupan dan cinta,” pungkasnya.(Rilis)









