Papuaterdepancom, Jayapura, – Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Papua (UM Papua) mendatangi kampus untuk mempertanyakan penggunaan dana Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dianggap tidak transparan.
Biaya yang ditarik dari peserta KKN dinilai tidak sesuai dengan fasilitas dan kebutuhan lapangan yang diterima, memunculkan dugaan bahwa dana tersebut dialokasikan untuk kepentingan di luar program KKN.
Hal tersebut disampaikan perwakilan mahasiswa UMP, Muhammad Jihad Tuharea, bahwa mereka sudah membayarkan uang sejumlah Rp2.500.000,00 namun yang diberikan pihak kampus kepada mahasiswa hanya Rp.150.000 per individu . Kemudian yang jadi pertanyaan adalah uang sejumlah Rp2.350.000,00 itu dialokasikan kemana?
“Jawaban dari pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) itu menyampaikan bahwa total dana yang dikelola sebesar 40% dan 60% anggarannya dialokasikan ke kampus. Secara logika uang KKN ya dipergunakan untuk KKN dan tidak boleh dialokasikan ke Kampus dan ini yang menjadi persoalan termasuk transparansi dana. Sebelum turun KKN, kami hanya diberikan dana sebesar Rp.150.000 dengan uang segini kami mau bikin apa?,” kata Jihad Tuharea usai audiensi dengan LP2M di Kampus Universitas Muhammadiyah Papua, Senin, 25 November 2024.
Menurutnya, sistem pengelolaan dana KKN di kampus mereka berbeda dan tidak sebanding dengan sistem di universitas lain, yang dianggap wajar dan terukur. Biaya KKN biasanya mencakup kebutuhan utama, seperti transportasi, akomodasi dan perlengkapan lapangan. Mahasiswa menilai bahwa dengan anggaran Rp 150.000 sangat sulit untuk menjalankan program KKN yang sesuai dengan tujuan pengabdian masyarakat
“Dengan dana sebesar itu, kami kesulitan untuk membuat program yang bermanfaat. Program KKN harusnya bisa memberikan dampak yang lebih besar, namun dana yang kami terima tidak cukup,” tambahnya.
Panitia Pelaksana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Muhammadiyah Papua (UM Papua), Dani Arisandi, menyampaikan apresiasi terhadap keluhan yang disampaikan oleh mahasiswa terkait pengelolaan dana Kuliah Kerja Nyata (KKN). Menurutnya, apa yang disampaikan mahasiswa merupakan keluhan yang sudah lama ada, dan pihak LP2M akan mengevaluasi sistem pengelolaan dana KKN ke depannya.
“Sebagai penyelenggara, kami mengapresiasi mahasiswa yang mengungkapkan keluhan ini. Ini adalah masalah yang memang sudah kami dengar selama ini. Tentu kami juga memiliki batasan dalam pengelolaan dana, namun kami akan mengevaluasi dan memperbaiki sistem ini. Dari tahun ke tahun permasalahan ini muncul, dan kami akan melakukan evaluasi pada akhir tahun 2024 terkait keberlanjutan program KKN ini,” ujar Dani Arisandi.
Sementara itu, Wakil Rektor II Bidang Keuangan, Dr. Ir. Muhammad Nurjaya, menjelaskan bahwa pihak kampus menerima dana yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional, termasuk kegiatan KKN.
“Sebagai universitas swasta, kami menerima dana yang digunakan untuk membiayai sarana dan sumber daya manusia (SDM) kampus. Jika kami menerima anggaran, tentu dana tersebut juga harus mencakup biaya pembangunan kampus, gaji dosen, dan kebutuhan operasional lainnya. Perlu dipahami bahwa kampus ini dibiayai secara mandiri oleh pihak universitas itu sendiri. Biaya SPP, biaya KKN, serta biaya studi akhir digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan kampus, termasuk KKN, pendidikan, ujian skripsi, dan lainnya. Jika anggaran yang kami terima terbatas, bagaimana kami bisa membiayai gaji dosen atau pembangunan fasilitas kampus? Ini berbeda dengan universitas milik negara yang menerima anggaran lebih besar dari pemerintah,” ujar Nurjaya setelah audiensi dengan mahasiswa.
Nurjaya menambahkan bahwa persoalan terkait pengelolaan dana KKN yang disampaikan oleh mahasiswa akan segera disampaikan kepada pimpinan Universitas untuk mendapatkan perhatian dan evaluasi lebih lanjut.**(Ikbal Asra)