Papuaterdepancom, Jayapura – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, Yanes Hisage, menuding aparat kepolisian bertindak represif saat membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampus Uncen, Kamis, 22 Mei 2025. Hal itu ia sampaikan dalam jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Jumat, 23 Mei 2025.
Yanes mengatakan pihaknya telah mencoba bernegosiasi dengan aparat sebelum aksi dimulai, namun hanya diberi waktu singkat untuk menyampaikan aspirasi. “Kami hanya diberi waktu sekitar 10 menit. Padahal tujuan kami jelas, mendesak rektor memberikan klarifikasi. Tapi kami justru ditekan [Polisi] untuk bubar sebelum aspirasi tersampaikan,” ujar Yanes.
Ia menilai polisi sengaja memperkeruh situasi dan melanggar prinsip otonomi kampus. “Kami ini menjalankan hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 dan Pasal 28E UUD 1945. Polisi tidak seharusnya bertindak semena-mena, apalagi di dalam kampus,” katanya. Ia juga menuding aparat gagal menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang seharusnya mengayomi dan melindungi warga.
BEM Uncen juga menyayangkan pernyataan rektor yang baru muncul setelah kericuhan terjadi. Yanes menegaskan bahwa polemik UKT belum selesai dan berharap pihak kampus membuka ruang dialog dengan mahasiswa.
Menanggapi tudingan itu, Kapolresta Jayapura AKBP Fredrickus W.A Maclarimboen membantah bahwa polisi bersikap represif. Ia menyebut mahasiswa sudah diberi ruang cukup panjang untuk menyampaikan pendapat dan sempat berdialog dengan Pembantu Rektor III.
“Kalau dibilang hanya diberi 10 menit, itu tidak benar. Yang jadi masalah itu saat kelompok mahasiswa gelombang kedua datang dan mencoba menguasai akses utama di dalam kampus. Itu yang membuat situasi memburuk,” ujar Fredrickus saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Ia menegaskan kehadiran apparat kepolisian di lingkungan kampus Uncen itu atas permintaan rektorat untuk mengevakuasi dosen, mahasiswa, dan staf yang terjebak. “Kami tidak masuk tanpa izin. Rektor yang meminta bantuan untuk menjaga keamanan,” katanya.
Terkait tudingan pembongkaran motor mahasiswa dan pembakaran kendaraan, Fredrickus menyebut situasi saat itu berlangsung spontan. “Kami dilempari dari berbagai arah. Kami hanya melindungi personel kami. Ini bukan soal menyalahkan siapa, tapi mengevaluasi apa yang salah dari semua pihak,” ujarnya.
Hingga saat ini, pihak rektorat Universitas Cenderawasih belum memberikan pernyataan resmi secara langsung terkait aksi demo dan isu kenaikan UKT.
Namun, melalui pesan WhatsApp kepada PapuaTerdepan.com, Rektor Uncen Oscar Wambrauw menyatakan bahwa pihaknya telah menggelar konferensi pers bersama seluruh media di Jayapura, baik cetak, elektronik, maupun online. Ia juga meminta agar Humas Uncen mengupdate konfirmasi resmi terkait isu kenaikan UKT yang menjadi keluhan BEM Uncen.
Mahasiswa Uncen menyatakan akan terus menyuarakan tuntutan soal UKT jika belum ada kejelasan dari pihak kampus.