Papuaterdepancom, Jayapura – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia Perwakilan Papua menyebut kasus penganiayaan anak yang dialami korban AS usia 5 tahun ini sangat memprihatinkan akibat perbuatan orangtua angkatnya NS 36 tahun dan istri pendetanya JY 36 tahun. Tindakan kekerasan fisik itu terjadi di Organda, Kota Jayapura, pada Jumat (3/1/2025).
Frits Ramandey mengatakan bahwa setelah melakukan pemantauan dan bertemu dengan pelaku di ruang tahanan bahwa kasus ini sangat memenuhi unsur penyiksaan.
“Menurut pengakuan pelaku, penyiksaan ini terjadi berulang-ulang dalam kurun waktu agak panjang. Kedua, pengakuan dari pelaku adalah ketika dia melakukan penyiksaan itu dalam keadaan sadar tanpa dipengaruhi oleh miras atau obat-obatan ini sudah memenuhi unsur penyiksaan,” katanya saat ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Jayapura, Senin (6/1/2025) malam.
Frits Ramandey menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Jayapura dalam hal ini Pj. Wali Kota Jayapura Christian Sohilait karena telah mengambilalih kasus ini ”Mengambil peran untuk anak ini mentalnya dipulihkan dan biaya ditanggung oleh Pemerintah Kota Jayapura ,” bebernya.
Frits Ramandey menjelaskan bahwa pelaku NS, saat ditemui di ruang tahanan, mengakui perbuatannya. NS mengatakan bahwa tindak kekerasan itu dilakukan karena alasan kedisiplinan, meskipun alasan tersebut tidak masuk akal. “Masalahnya sebenarnya sepele. Contohnya, saat NS pulang kerja, anak kandungnya mengadu bahwa AS melemparnya. Hal itu langsung memicu NS untuk melakukan penganiayaan,” ujar Frits.
Ia menegaskan, alasan seperti itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan, apalagi terhadap anak kecil. Peristiwa ini harus diproses secara tuntas dan dipublikasi sehingga menjadi pelajaran untuk menghentikan praktik-praktik penyiksaan terhadap dan proses hukum adalah pilihan yang tepat. ”Terima kasih juga Kapolresta Jayapura yang telah bergerak cepat memproses pelakunya ,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Frits Ramandey juga menyerahkan sekardus mainan kepada AS, sesuai permintaan korban sebagai bentuk dukungan untuk mengurangi trauma yang dialami “Kami berharap mainan ini bisa memberikan keceriaan dan sedikit meringankan beban mental korban,” tambahnya.**